Youth Series 1
Youth Series 2
Youth Series 3
Youth Series 4
Youth Series 5
Youth Series 6
Youth Series 7
Youth Series 2: Untitled 1
“Aku
runtuh didepan dinding tinggi tersedak kenyataan...”
Pintu
flat hitam keunguan itu terbuka.
“a
la recherche de qui? (Mencari siapa?)” Wanita tinggi berhidung mancung itu
bertanya dari balik pintu.
Seokjin
menurunkan masker yang menutupi setengah wajahnya. “Anyeong...”
Brakk!!
Pintu flat itu terbanting dan kembali tertutup rapat.
“Mauve-ah,
mianhae...”
***
Perlahan
tangan Seokjin melepaskan kenop pintu kayu hitam yang baru saja tertutup.
Tungkainya melangkah secara otomatis setelah si otak menginstruksi untuk
mengikuti bau masakan yang menyeruak indra penciuman. Dia mendapati tubuh
ramping dibalut clemek berkutat didepan kompor.
Seokjin mengulas senyum singkat sebelum menghampiri dan memeluk gadis itu dari
belakang.
“Apa yang kau lakukan
Mauve-ah?” Seokjin menyandarkan kepala dipundak Mauve dan menghisap aroma
parfum yang menguar dari leher jenjangnya.
“Aku belajar membuat
tteokgu (sup kue beras).” Gadis itu menciduk sedikit kuah tteokgu, lalu
berbalik, memaksa seokjin melepaskan pelukannya. “Cicipi!” Gadis itu
menyodorkan sendok sup kedepan bibir Seokjin.
Seojin menjulurkan
lidah dan dan mencicipi kuah tteokgu dengan ujung lidahnya. Mauve menyodorkan
lebih dekat, tapi seokjin lagi-lagi menjulurkan lidah dan mencicipi dengan
ujung lidahnya.
Mauve berdecak. “Cicipi
dengan benar!”
“Ini masih panas.”
Tidak perduli dengan
keluhan Seokjin, Mauve mendekatkan lagi sendok sup-nya. Dan akhirnya Seokjin
mencicipi layaknya manusia mencicipi makanan pada umumnya.
“Tidak enak.” Komentar
Seokjin.
Mauve menciduk lagi
kuah tteokgu lalu mencicipinya. “Ku rasa ini enak.”
“Benarkah, coba aku
rasakan yang itu.”
“Yang benar saja,
rasanya pasti sama, Jin.” Mauve mencicipi lagi sisa kuah dari sendok sup.
Dengan lebut Seokjin menempelkan
bibirnya pada bibir merona Mauve. Mauve membuka sedikit bibirnya, memberi akses
masuk untuk lidah Seokjin. Untuk beberapa saat lidah Seokjin menjelajahi mulut
Mauve, kemudian melepaskannya.
Seokjin mengecap rasa
kuah tteokgu yang dia dapat dari mulut Mauve, “Benar, yang itu enak.”
***
Seokjin menutup pintu
kayu hitam dibelakangnya. Kali ini indra penciumannya tidak menangkap bau
masakan seperti kemarin. Sebagai gantinya, setelah ia memasuki kamar Mauve,
indra pendengarannya menangkap suara mendayu-dayu Mauve dari dalam kamar mandi.
Seokjin membuka pintu
kamar mandi. Dan mendapati Mauve sedang berendam didalam bathup.
“Hya! Siapa yang
mengijinkanmu masuk?” Mauve menghentikan lantunan lagu dari mulutnya.
“Apa aku harus membeli
tiket?”
“Tidak, kau boleh ikut
mengisi konser. Sini!” Mauve menepi dan menepuk-nepuk ringan air didalam
bathup.
Seokjin tersenyum. Dia
berjalan menuju bathup, dan menggelamkan tubuhnya yang masih terbalut kaus pink
dan jeans abu-abu.
Mauve memposisikan
tubuhnya diatas Seokjin. Instan, Seokjin memeluk tubuh Mauve dari belakang,
merasakan kehangatan dari setiap inci tubuh telanjang Mauve.
“Sekarang
bernyanyilah.” Perintah Mauve.
“Tidak mau.”
Mauve merekatkan tangan
Seokjin yang memeluknya, menuntut balik kehangatan dari tubuh Seokjin yang
masih berpakaian lengkap. “Kau nyaman seperti ini?”
“Euh...” Seokjin
perlahan menutup mata, menenggelamkan wajahnya ditengkuk Mauve. Dia mengantuk,
merasa seperti bayi yang sedang ditimang-timang.
“Kalau begitu kita
seperti ini saja selamanya.”
***
Pintu
flat hitam keunguan itu kembali terbuka. Sepersekian detik berikutnya Mauve
menyambar tubuh Seokjin dalam pelukannya. Seokjin pun membalah pelukan Mauve.
Sangat erat. Pelukan paling erat yang pernah mereka lakukan.
Mauve
merenggangkan pelukan. Bukannya dia sudah enggan memeluk Seokjin, tapi dia
ingin merasakan kehangatan lain dari tubuh Seokjin. Mauve memandang lekat bibir
merah Seokjin. Tidak seperti Mauve, tanpa berpikir panjang Seokjin mengecup
lebut bibir Mauve. Mauve membalasnya. Perlahan bibir mereka membuka, memberi
akses untuk saling bertukar saliva. Suara decakan menggema di koridor flat yang
sepi. Ciman mereka semakin dalam, saling menuntut balasan dari kerinduan mereka
masing-masing. Entah air mata siapa yang menetes, kini pipi mereka basah.
Mungkin keduanya menangis, karena tidak sanggup membendung kebahagiaan yang
meluap-luap.
“Cher,
qui? (sayang, siapa?)” Suara bariton terdengar dari dalam flat. Mauve
tersentak. Ia melepas paksa tautannya dengan Seokjin. Tubuh Seokjin mundur dua
langkah karena dorongan Mauve. Mauve mengusap kasar basah dipipinya. Dia
berbalik. Pintu flat hitam keunguan itu kembali tertutup rapat. Kali ini lebih
rapat dari sebelumnya, dan tidak akan pernah terbuka lagi. Setidaknya tidak
akan pernah terbuka lagi untuk Seokjin.
***
Ia menggigit bibir
bawahnya, mencoba menahan air mata. Namun, seperti ada magnet yang menarik
cairan bening itu keluar. Mauve tidak bisa menahannya. Hidungnya memerah,
beberapa kali dia menarik nafas kuat-kuat untuk mengembalikan lendir yang mau keluar
dari hidungnya. Wajahnya berantakan. Tangannya pun terlihat gelisah diatas meja
makan berwarna tosca itu.
Disisi lain meja,
Seokjin duduk dalam diam. Pandangannya pun mulai mengabur karena air mata yang
membendung. “Mauve-ah, mianhae...” Katanya, sesaat sebelum air mata itu
berhasil jatuh.
“Aku menolak pulang ke
Paris, karena kau.” Ucapan Mauve bahkan tidak terdengar jelas karena
isakkannya. “Aku menolak dijodohkan, karena kau. Aku berubah menjadi anak pembangkang,
karena kau. Semudah itu kau mau meninggalkanku?” Suara Mauve melemah pada kalimat
terakhir, seolah tidak sanggup untuk mengucapkannya.
“Aku tidak bisa
mendapatkan semua yang aku mau sekaligus, Mauve-ah. Aku harus meninggalkan
salah satu sembelum aku kehilangan semuanya.” Seokjin menarik nafas dalam,
mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Lagi pula, setelah ini aku akan
benar-benar sibuk. Aku tidak akan bisa menjaga dan menemanimu. Kau akan
kesepian.”
“Aku tidak masalah
dengan itu.”
“Jika kita terus
bersama, kau tau aku bisa batal debut. Kau pasti tidak mau menikah dengan
pengangguran, bukan?” Seokjin memalingkan wajah, merasa tidak sanggup untuk mengucapkan
kalimat selanjutnya. “Dan soal perjodohanmu, aku menyetujuinya.”
Isakan Mauve kini
berubah seperti raungan. Air mata membanjiri pipinya. Ia sudah tidak perduli
dengan ingus yang keluar dari hidungnya. Tidak ada niatan untuknya mengusap air
mata atau memelankan raungan. Membiarkan matanya mengabur saat dilihat punggung
Seokjin melenggang meninggalkannya.
-FIN-
Maaf ye, ini FF awalnya gagal produk. udah Lotus otak-atik sedemikian rupa, dan hasilnya tetep seperti ini. sebenernya ini ga sesuai sama ekspektasi Lotus, tapi ya syudah lah. semoga ada segelintir pembaca yang menyukai FF ini.
Oh ya, temen Lotus ada yang nanyain Enchories Stealth. Entah kalian penasaran apa engga sama FF Fantasi absurd Lotus itu. Kalau seumpama kalian penasaran, Lotus cuma bisa minta maaf, soalnya Enchories Stealth masih hiatus. Sekali lagi maaf kalau mengecewakan, sebagai gantinya Lotus bakal post Youth Series dengan teratur (?).
Thank you and take care of yourself guys! bye! wait for Youth Series 3!
Youth Series 3 : Untitled 2, Min Yoongi is here!
Youth Series 3 : Untitled 2, Min Yoongi is here!
0 komentar:
Posting Komentar