Sabtu, 13 Mei 2017

FF BTS : Enchories Stealth



Tidak ada kata yang dapat Lotus ucapkan selain terima kasih untuk teman-teman yang sudah dengan ikhlas merelakan kuotanya untuk mengunjungi blog Lotus (kecuali yang modal wifi sama tethering temen). Makasih juga buat temen-temen yang udah baca FF oneshoot Lotus sebelumnya. Ini pertama kalinya lotus Post FF sekuel. Fantasi pula. Jadi kalau misalkan Enchories Stealth ini masih banyak kekurangan, harap dimaklumi dan kasih sarannya ya. Bukannya Lotus gak bisa bikin FF tapi, karena bikin fantasi itu susah. Kekeke....

Di FF ini ada beberapa kata yang mungkin cuma Lotus dan Tuhan yang tahu, jadi dari pada kalian pada bingung waktu baca ye kan, Lotus kasih list artinya aja.

1.      Enchories Stealth = Negeri dimana orang-orang yang bertempat tinggal disana dapat merubah wujudnya menjadi hewan, sesuai dengan marganya.
2.      Liontari = Penduduk Enchories Stealth yang dapat merubah wujudnya menjadi singa ; bangsa yang berkuasa di Enchories Stealth.
3.      Fidi = Penduduk Enchories Stealth yang dapat merubah wujudnya menjadi ular ; secara turun temurun menjadi tabib (dokter).
4.      Geraki = Penduduk Enchories Stealth yang dapat merubah wujudnya menjadi elang ; ditakdirkan memiliki postur yang bagus ; semuanya tampan dan cantik ; sebagian besar dari mereka miskin karena sayap lebar yang tetap dipunggung mereka mengganggu pekerjaannya.
5.      Lykos = Penduduk Enchories Stealth yang dapat merubah wujudnya menjadi serigala ; bertugas menjaga keamanan Enchories Stealth.
6.      Kouneli = Penduduk Enchories Stealth yang dapat merubah wujudnya menjadi kelinci.
7.      Allagi = merubah wujud.


Jumat, 05 Mei 2017

FF Oneshoot BTS, EXID : Chocolate and Coffee





 Chocolate and Coffee


Cast :
·         Park Junghwa EXID

·         Kim Seokjin BTS

·         Min Yoongi BTS

·         Seo Hyerin EXID


 - Park Junghyeon OC




Author POV

Gadis itu masih mengenakan seragam SMP dengan satu cone ice cream coklat di tangannya, dia berbagi tempat duduk dengan seorang pria yang juga memegang ice cream coklat ditangannya. Pria itu juga masih mengenakan seragam lengkap, namun berbeda dengan si gadis, pria ini mengenakan seragam SMA. Matahari mulai terik, melelehkan perlahan dua ice cream coklat yang dipegang kedua anak sekolah yang sedang bolos itu. Seorang ibu memanggil anak-anak yang sedang berlarian dan berteriak-teriak dibelakang mereka.
“Seokjin, Oppa,” Gadis itu meminta perhatian orang disampingnya.
“Hmm..” Pria itu tidak sepenuhnya memberikan perhatian kepada gadis disampingnya. Ia tetap pada ice cream coklat yang tinggal setengah.
“Taman disini ramai, aku tidak mau bolos ke taman ini lagi.” Gadis itu menggigit bagian ice cream terakhir.
“Kalau begitu besok-besok kita bolos ke taman makam pahlawan, ya.” (jangan protes pliss) Pria itu memasukkan seperempat bagian ice cream yang masih tersisa kedalam mulutnya. Membiarkan mulut mungil-nya penuh oleh ice cream.
“Kajja Oppa! Kita cari Onnie. Kenapa membeli kopi saja lama sekali?” Gadis itu berdiri dan berjalan meninggalkan pria yang masih duduk dengan mulut penuh ice cream.

***

Seokjin POV

Aku berlari menyusul Jungwha dengan mulut penuh ice cream. Tepat saat aku menelan habis ice cream dimulutku, aku berada disamping Junghwa. Beberapa orang memandangi kami, mungkin mereka berpikir jika aku ini anak SMA nakal yang sedang mengajak bolos pacarku yang masih SMP. Ah, apa kalian juga berpikir begitu? Tidak, sebenarnya gadis imut di sampingku ini adik pacarku. Kami selalu berangkat sekolah bertiga setiap hari, Karena rumah kami dekat dan arah sekolah kami sama. Dan hari ini, kami terlambat jadi kami bolos saja sekalian. Toh, sama-sama mendapat hukuman.

Kami tiba di persimpangan jalan. Banyak orang berkerumul disana. Beberapa orang menutup mulut mereka, beberapa lagi bekata, “Ommo! Ini parah sekali?”, “apa dia masih hidup?”, “panggil 911!”, dan beberapa kata-kata lain yang tidak bisa kutangkap.
“Oppa, apa itu kecelakaan?” Junghwa bertanya padaku, meskipun jawabannya sudah jelas.
“Apa itu terlihat seperti konser bagimu?” Aku terkekeh setelah menjawab pertanyaan konyol Junghwa.
“Aku takut Oppa, ayo lewat sana saja.” Junghwa menunjuk gang kecil yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.

Sebelum kakiku sempat melangkah, aku mengentikannya saat itu juga karena suara beberapa orang di kerumunan. “Apa ini tabrak lari?”, “Aigoo, dia masih SMA.”, “Apa dia bolos?” “Dia baru saja membeli kopi dari tempat  Abboji-ku.” Aku menoleh ke arah Junghwa. Junghwa melakukan hal yang sama. Sepersekian detik berikutnya, aku berlari menuju kerumunan. Suara-suara orang dikerumunan itu makin jelas. Aku menyibak beberapa orang agar bisa melihat si objek. Dia seorang gadis, dia tengkurap, dan memakai seragam yang sama denganku. Darah segar megalir di aspal, rambut sepundaknya sudah lepek bercampur darah. Sebenarnya, aku sudah bisa menebak dengan mudah siapa gadis penuh darah di depanku ini, tapi aku meyakinkan diriku sendiri bahwa tebakanku salah.

Aku mendengar suara ambulance mendekat. Beberapa orang menepi memberi jalan petugas. Aku juga menepi, tapi gadis penuh darah itu masih dalam jangkauan mataku. “Oppa,” Suara Junghwa tercekat, sudah dapat dipastikan dia sedang menangis sekarang. “apa dia temanmu? Kalian memakai seragam yang sama.” Beberapa orang memberiku pertanyaan yang sama sekali tidak ku jawab. Beberapa petugas membalik tubuh gadis penuh darah. Tubuhnya terbalik. Wajahnya tidak terlihat seperti wajah lagi, lehernya mengalirkan darah segar. Pandanganku menurun ke dadanya, sebuah name tag masih berada di tempatnya. Sudah terkoyak dan terdapat beberapa tetes darah, tapi aku dapat membacanya dengan jelas –Park Jung Hyeon. Seketika dadaku sesak, air mata mengalir tidak terkendali dari mataku, perlahan pertanyaan-pertanyaan orang-orang tidak terdengar lagi, begitupun suara ambulance, dan Junghwa tidak terdengar terisak atau pun memanggilku, mungkin dia sudah pingsan. Senyap. Gelap. Dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.

***

Junghwa POV

Jarum panjang arlogi hitam di pergelangan tanganku menunjuk angka sembilan dan jarum pendeknya menunjuk angka enam. Lima belas menit lagi jika aku tidak tiba di sekolah, dapat dipastikan besok pagi kaki ku akan bengkak karena Bang-Sem kejam pasti menghukumku berjalan jongkok dari gerbang sampai kelas.

Aku berlari melewati gang rumahku yang sudah cukup ramai. Berbelok dari gang satu ke gang yang lain. Melangkahkan kakiku secepat yang aku bisa. Tidak perduli ketiak ku yang sudah muali basah meskipun masih pagi. Membuat ku mengumpat karena sudah termakan iklan ‘Pakai deodorant ini! ketiak kering sepanjang hari!’. Oh, Shit!

“Hya! Junghwa-ya!” Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga.
Seokjin Oppa menghentikan sepedanya didepanku. Aku melompat kebagian belakang sepedanya. Berdiri diantara ban belakang sepeda dan mendaratkan tanganku di pundaknya. Hanya dalam hitungan detik sepeda Seokjin Oppa sudah melaju dengan kecepatan penuh. Sebuah rutinitas pagi yang menyenangkan.

Seokjin Oppa sudah seperti kakak ku sendiri. Sejak tiga tahun lalu. Sejak kami menyaksikan bersama-sama didepan mata kami, kakakku sekaligus pacarnya tergeletak tak bernyawa. Dia selalu datang kapanpun aku memintanya, dia selalu memberikan bantuan apapun yang aku butuhkan, menggantikan posisi kakakku yang sebenarnya tidak pernah tergantikan. Dia menyebalkan. Bahkan membuatku muak dengan segala peraturan sepihak yang dia buat. Tapi maksudnya baik. Tapi dia terlalu berlebihan. Tapi dia orang yang menyenangkan. Ah, sudahlah.
            Sepeda Seokjin Oppa berhenti tepat di depan gerbang sekolahku. Ku lirik sekali lagi arlogi di tanganku. Kurang lima menit lagi bel masuk. Beberapa anak yang trauma atas kekejaman Bang-Sem berlarian memasuki gerbang. Aku pun yang menjadi bagian dari mereka mengikuti apa yang mereka lakukan. Hampir aku memasuki gerbang, tapi aku berbalik menghampiri Seokjin Oppa yang masih terengah-engah.
                “We?!” Tanyanya sambil mengangkat dagu.
                “Emm.. Oppa kau tidak perlu menjemputku nanti. Omma bilang, dia akan menjemputku.”
                “Tumben.”
                “Dia bilang akan mengenalkanku dengan pacar barunya.”
                “Oh, Baiklah.”
                Segera aku berbalik dan berlari memasuki gerbang. Membaur dengan anak-anak yang berseragam sama denganku. “Mana Namchin barumu? Kasihan Seokjin Oppa, dia harus mengantar jemputmu setiap hari.” Seorang gadis dengan rambut kuncir kuda dan rok super pendek yang bahkan tidak aku ingat siapa namanya meledekku saat aku berlari disampingnya.
                “Ah, lihat saja nanti dia akan menjeputku dengan Lamborghini.” Aku tertawa lalu berbelok kearah berlawanan dengan gadis kuncir kuda itu. Dan sekarang aku sudah membaur lagi dengan segerombolan anak laki-laki yang juga mengalami trauma berat atas kekejaman Bang-Sem.

***

Langit sudah gelap. Biasanya aku sudah menonton drama favoritku dengan Seokjin Oppa di jam-jam ini. Tapi sekarang aku duduk di bangku mobil masih dengan seragam lengkap. Seorang pria berkulit pucat membuka pintu mobil untukku. Aku keluar dari mobil tanpa melepaskan pandangan mataku dari pria yang aku pamerkan pada gadis kuncir kuda tadi pagi. Dia terlalu tampan untuk membuat mataku lelah memandang wajahnya. Dia menggenggam tanganku setelah aku keluar dari mobil. Membiarkan mobil biru itu berlalu meninggalkan kami. Ah, apa kalian berpikir jika aku baru saja keluar dari Lamborghini? Bukan, itu hanya taxi.

Pria tampanku ini bukan anak konglomerat atau pewaris tahta seperti di drama-drama. Dia hanya pria yang sederhana. Dia terliahat seperti pemalas dan kasar. Tapi sebenarnya dia pekerja keras dan manis. Banyak dari sikapnya yang mengingatkanku pada mendiang kakak-ku. Seperti sore tadi setelah menjemputku dari sekolah, ia membelikanku coklat panas dan kemudian mencari kopi untuk dirinya sendiri.

Kami berjalan diantara kerumunan orang. Tidak ada satu katapun yang kami ucapkan sejak kami turun dari taxi. Bukan karena dia gagu. Tapi kami hanya membiarkan suara-suara disekitar kami menjadi backsound kebersamaan kami. Merekam kuat-kuat setiap moment didalam memori kami masing-masing. Hanya satu kata yang aku ucapkan, dan itupun didalam hati. Nyaman.

***

Seokjin POV

Sekarang aku berjalan diantara kerumunan orang yang bergerak cepat ditepi jalan raya  yang penuh dengan kendaraan berlalu lalang. Lampu-lampu jalan dan gedung disekitarku berbinar-binar seolah kegelapan malam tidak pernah datang. Aku melihat HP-ku. Mencoba memastikan apakah Junghwa sudah membalas pesanku. Aku mendengus kesal. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Apa yang sebenarnya dia lakukan bersama pacar baru Omma-nya? Biasanya dia tidak akan betah berlama-lama dengan pacar baru Omma-nya. Ah, mungkin pacar baru Ommanya cukup kaya, jadi dia masih diajak shoping sekarang. Aku yakin setelah dia tiba dirumah, dia akan mengirim pesan padaku agar aku segera datang kerumahnya untuk mendengar setiap kejelekan pacar baru Omma-nya.

Aku melihat isi tas kecil yang sekarang aku jinjing. Memastikan apakah empar bar coklat yang tadi aku beli masih ada disana. Tentu saja masih, aku tidak pernah mengeluarkannya sama sekali sejak ahjumma penjual coklat memasukkannya kedalam tas kecil ini. Tindakan bodoh yang selalu aku lakukan tanpa sadar.

Aku sengaja membeli coklat ini untuk menyampaikan perasaanku pada Junghwa. Dia baru saja putus dengan teman sekolahnya seminggu lalu. Jadi aku rasa sekarang adalah saat yang tepat. Saat nanti dia menceritakan tentang kejelakan pacar baru Omma-nya, aku akan menghiburnya lalu mengatakan bahwa aku mencintainya, dan maukah dia menjadi pacarku? Kalau iya, dia harus memakan coklat  yang aku berikan. Aku yakin dia tidak akan menolakku. Aku yakin itu, karena Junghwa tidak bisa menolak coklat. Lagi pula aku juga terlalu tampan untuk ditolak, kan?

Sejenak setelah aku membayangkan bagaimana Junghwa akan menerima cintaku, aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Seorang gadis masih dengan seragam lengkap berjalan didepanku. Tangannya digandeng oleh seorang pria berkaus hitam yang dilihat dari caranya berjalan saja, dapat dipastikan dia bukan pria baik-baik. mereka berjalan lebih lambat dari yang lain. Meskipun aku tidak melihat mereka dari depan, aku tahu mereka sedang berbahagia. Sial! Junghwa pasti membohongiku!

***

Junghwa POV

“Hya! Park JungHwa!” Seseorang menarik lenganku dari belakang secara tiba-tiba. Dari suaranya aku sudah tahu siapa orang yang melakukannya. Sial! Firasatku sudah tidak enak sekarang.
“Seokjin Oppa! Kau disini? Bukankah kau tidak ada kuliah hari ini?” Aku mengembangkan senyum yang sangat jelas terlihat dibuat-buat.
“Apa Omma-mu sekarang menyukai berondong?” Pertanyaan sinis. Seperti biasanya.
“Ani, dia.. Em.. Kenalkan Oppa, dia Yoongi Oppa, namchin-ku.” Yoongi Oppa membungkuk memberi hormat, tapi yang diberi hormat sama sekali tidak menggubris.
“Kenapa kau harus berbohong padaku?” Nada suara Seokjin Oppa kini sedikit lebih tinggi.
“Karena kau pasti melarangku.” Secara tidak sadar aku juga ikut meninggikan suraku.
“Itu semua demi kebaikanmu!” Sekarang nada suaranya benar-benar tinggi.
“Kau berlebihan Oppa! Apa sekarang aku terluka?! Apa aku sekarang tidak terlihat baik-baik saja?! Apa anggota tubuhku akan cacat jika aku berpacaran?!” Ah, sial! Aku benar-benar kesal pada kunyuk ini.
“Setidaknya berpacaranlah dengan anak baik-baik!” Ha?! Apa dia sadar saat mengucapkan itu?
“Apa?! Apa kau pikir Yoongi Oppa bukan orang baik-baik?! Apa karena dia tidak seusia denganku dia menjadi tidak baik?! ah, ani..” aku tersenyum sinis. “Kau juga menganggap mantan-mantanku bukan orang baik. Apakah aku juga harus berpacaran denganmu, Oppa?!” Ah! Aku benar-benar tidak punya muka sekarang. Entah bagaimana ekspresi Yoongi Oppa sekarang, aku tidak sanggup membayangkannya. Apa yang kunyuk ini pikirkan? Bisa-bisanya dia bicara seperti itu didepan Yoongi Oppa? Apa dia pikir aku tidak akan malu?
“Ani.. Aku hanya menepati janjiku pada Junghyeon untuk menjagamu.” Entah mengapa aku merasa nada suara Seokjin Oppa tidak setinggi sebelumnya.
“Hah..” aku mendengus dan tersenyum sinis. “ Itu hanya beberapa menit, Oppa. saat Onnie pergi mancari kopi!”
“Tapi sampai sekarang Junhyeon belum kembali setelah dia pamit membeli kopi.” Nada kecewa terdengar jelas dari suara Seokjin Oppa. Bahkan aku melihat kilauan air yang membendung dimatanya. Satu, dua, tiga. Tess.. satu tetes air mata berhasil lolos. Ia menggigit bibir bawahnya. Mencoba untuk mencegah airmatanya terus menetes. Tapi hasilnya nihil. Tetes-tetes air mata berikutnya terus mengalir. Bahkan desertai dengan isakan yang tertahan.
“Sudahlah Oppa, lupakan Onnie. Dia sudah meninggal. Carilah pacar baru dan jangan menggangguku!” aku berbalik. Aku sudah tidak tahan membendung air mata lagi. Aku berjalan kearah yang sama sekali tidak aku ketahui. Yoongi Oppa mengikutiku dari belakang. Aku terus barjalan tanpa menoleh diantara isakan tangisku. Terlalu sulit bagi kami untuk tidak cengeng saat mengingat kematian tragis kakakku.

***

Seokjin POV

“Sudahlah Oppa, lupakan Onnie. Dia sudah meninggal. Carilah pacar baru dan jangan menggangguku!” Junghwa berbalik. Pacarnya memberi hormat padaku lalu mengikutinya. Tinggal aku sendiri. Terisak. Dan terlihat memalukan dengan air mata yang terus menetes. Aku mencoba untuk tidak terlihat lemah. Tapi Ini terlalu menyakitkan. Junghwa telah mengorek luka lamaku yang cukup dalam. Belum puas dengan itu, dia menindih luka itu dengan luka yang baru. Tidak berdarah memang, tapi sangat sakit.

***

Aku menutup stoples gula lalu melirik kearah gelas diatas counter dapur. Aku pikir aku memasukkan dua sendok gula, kenapa dua sendok gula saja gelas ini sudah setengah penuh? Gelasnya yang kekecilan apa sendoknya yang kebesaran, ya? Aku berlajut berjalan menuju kulkas. Mengambil botol air dingin. Membawanya menuju tempat gelas yang setengah penuh dengan gula. Menuangkan air es kedalamnya, sehingga gelas itu menjadi penuh. Tanganku kemudian meraih kotak the celup. Memasukkan teh celup kedalam gelas itu dan membawanya menuju balkon. Salju turun. Terasa cukup dingin karena aku hanya memakai pakaian tidur. Aku menyeruput isi gelas yang berada ditangan kiriku. Terserah kalian mau menyebut ini minuman macam apa. Yang jelas tenggorokanku terasa membeku metelah meneguk minuman ini.

Aku menoleh kearah seseorang yang entah sejak kapan berada disampingku. “Hyaaaa!!!” aku kaget setengah mati melihat seseorang dengan wajah putih tembok dan rambut acak-acakan memelototiku. “Hhhh..” aku mendengus dan kembali menoleh kearah salju yang turun setelah menyadari bahwa itu adalah Omma  yang sedang memakai masker. Merasa aku abaikan, Omma memukul lenganku. Mau tidak mau aku menoleh lagi kearahnya. Ia menggerak gerak-kan tanggannya berusaha menyampaikan sesuatu dengan bahasa tubuh. Tapi hanya dia sendiri dan Tuhan yang tau apa yang dia katakan. Aku meoleh lagi kearah salju turun . Tidak menggubris Omma yang sekarang mulai melenggok-lenggokkan tubuhnya.

“Hyaa!!! Kau itu sangat tampan! Jangan sia-sia kan hidupmu hanya karena ditolak oleh anak SMA!! Berpakaianlah yang rapi, sisir rambutmu, dan makan dan minumlah dengan benar!!! Apa?! Apa itu yang kau minum ha?! Setidaknya minumlah WINE agar terlihat sedikit lebih elit!! Jika kau terus-terusan patah hati seperti ini! Aku akan mencoretmu dari daftar keluarga!! Dan A..” Kicauan Omma terpotong karena mendengar bel rumah berbunyi. Ia melepas kasar maskernya yang sudah terkelupas dan berjalan menuju pintu depan.

Belum genap semenit Omma pergi, kini suara langkah kakinya yang berlarian menuju arahku sudah terdengar. “Hya, hya, hya, Seokjin-a, kau harus cepat ganti baju dan berdandan yang tampan.” Katanya setelah berada dibelakangku.

Aku sama sekali tidak menggubris ucapan Omma. “Junghwa datang kesini.”
“HAA?!” Sontak aku berlari menuju kamar untuk mencuci muka, memakai krim, menyisir rambut, berganti pakaian, memakai parfum. Oh! Heol! Banyak sekali yang harus ku lakukan!!

***

Aku duduk di lobi sebuah sanggar dance. Tidak lama setelah aku mendudukkan pantatku di kursi lobi, seseorang yang aku tunggu sudah datang. Dia bergandengan dengan seorang gadis imut berkulit pucat dengan kaus putih. “Junghwa-ya!” aku malambai kearahnya, tapi yang menoleh justru gadis yang bergandengan dengannya.
“Seokjin Oppa!!” Apa dia barusaja menyapaku? Apa aku dan dia saling mengenal? Aku rasa tidak.
            Mendengar orang yang bergandengan dengannya menyapaku, Junghwa ikut menoleh kearahku. Kemudian dia berlari kecil kearahku bersama gadis yang digandengnya.
            “Seokjin Oppa, aku pergi mencari coklat hangat sebentar ya, aku titip Hyerin Onnie. Jaga dia baik-baik!” Junghwa pergi meninggalkanku dan gadis imut ini. Aku terus memperhatikannya hingga keluar dari gedung. Tembok depan lobi sanggar ini terbuat dari kaca, membatku dapat melihat Junghwa yang  berjalan menuju persimpangan jalan. Kemudian berdiri ditepi jalan untuk menyebrang. Dari sini, dia terlihat begitu mungil dengan jaket tebal berbulu. Apalagi salju putih disekiratnya membuatnya seperti setitik noda indah pada salju yang putih. Bulu-bulu jaketnya sedikit bergoyang  bersama ujung rambutnya yang tergerai karena angin dingin yang menerpa.
                “Seokjin Oppa!” Aku tersentak dan seketika mengalihkan pandanganku dari Junghwa.
                “Ya? Maaf, tapi dari mana kau mengenalku?”
                “Ah, Kau sudah cukup populer disini Seokjin Oppa. Boleh aku duduk?” aku tidak heran mendengar jawaban dari gadis imut ini. Aku juga yakin jika aku cukup populer di kalangan teman SMA Junghwa. Kenapa? Lihat saja wajahku. Bukankah aku begitu tampan?
                “Tentu saja. Duduklah. Siapa namamu?”
                “Hyerin. Namaku Seo Hyerin.”
                BRAAAKKKK!!!!
                Aku menoleh kearah suara benturan keras itu. Diluar sana, sumber suara tepat berada dimana Junghwa tadi berdiri. Tapi kini Junghwa tidak ada disana. Posisinya digantikan oleh sebuah mobil Pick-up biru.
                Deg! Rasa takut tiba-tiba menyergapku. Aku barlari menuju tempat tadi junghwa berdiri. Jarak yang hanya 5 meter terasa seperti 5 kilo meter bagiku. Seseorang mengikutiku dari belakang. Mungkin Hyerin.  Beberapa orang juga berlarian menuju tempat yang sama denganku. Tapi tidak ada yang sama takutnya denganku.
                Aku tiba ditempat yang aku tuju dengan perasaan takut yang semakin merambat dalam diriku. Beberapa orang sudah berkerumun disana. Darah. Aku melihat darah mengalir di aspal dan bercampur dengan salju dingin. Seorang gadis tergeletak diantara darah yang mengalir itu. Kejadian tiga tahun lalu terulang kembali. Tiba-tiba suara-suara disekitarku senyap. Dadaku sesak. Air mataku mengalir tanpa seizinku. Kemudian gelap. Dan aku tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi. Yang aku tahu, sekali lagi dalam hidupku, aku menyaksikan didepan mataku, gadis yang aku cintai tergeletak tak berdaya di aspal dan berlumuran darah.

***

Epilog

Author POV

                Seorang wanita muda memotong wortel diatas pantry dapur. Rambut panjangnya yang diurai sedikit mengganggu kegiatannya. Tapi ia mengabaikan itu. Kemudian ia dengan lincah menjalankan kursi rodanya menuju lemari es untuk mengambil beberapa sayuran dan membawanya kembali ke pantry untuk dipotong.
                Seorang pria dengan kaus putih lusuh dan rambut hitam yang acak-acakan berjalan menuju wanita itu sambil menguap. Ia menyisipkan rambut si wanita ditelinganya, kemudian merangkul wanitanya dari belakang. Si wanita hanya tersenyum mendapati perlakuan semacam itu dari suaminya.
                Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu utama rumah minimalis ini terbuka disertai dengan suara langkah kaki seseorang. Hanya dalam hitungan detik seorang pria dengan kemeja putih yang sangat serasi dengan bahunya yang lebar berada dalam satu ruangan dengan sepasang suami istri itu. Ia meletakkan sebuah kardus berukuran sedang diatas pantry dapur.
                “Apa itu Seokjin Oppa?” Tanya si wanita.
                “Jeruk. Hahh.. kau tahu aku membawaya kesini dengan darah, keringat, dan air mataku.” Yang pria itu maksudkan adalah ia membawa jeruk itu  dengan susah payah dari rumahnya yang hanya berada tepat di sebelah rumah sepasang suami istri ini.
                “Kau tetap saja bodoh hyung, seharusnya kau membawanya dengan tanganmu.” Si pria pemilik rumah menjawab asal pernyataan pria ini dengan ekspresi datar di wajah putih pucatnya.
                “Hya! Yonnggi-ya! Ambilkan aku air!” tidak menggubris jawaban dari si pemilik rumah, pria tampan ini malah memerintah pemilik rumah seenaknya. Tapi, dengan segera si pria pemilik rumah itu menurutinya.

***

                Seorang  wanita dengan wajah imut itu mengusap keringat yang mengalir didahinya. Ia mengambil alat pembersih debu kemudian menunduk untuk membersihkan kolong tempat tidur. Baru bebera saat ia membersihkan kolong tempat tidur, sesuatu tersangkut pada alat pembersih debu. Ia menarik alat itu hingga terlihat selembar kertas yang dilipat layaknya surat. Mungkin milik suaminya, pikirnya. Ia mematikan alat pembersih debu dan mengambil kertas itu. Kemudian mebuka lipatannya. Dan membaca setiap kata yang tertulis diatasnya.

                To : Park Junghwa

                Junghwa-ya, kini semua sudah berakhir. Aku tidak bisa menjadikan janjiku pada Junghyeon sebagai alasanku lagi. Karena sudah ada yang menjagamu sekarang. Dan aku juga harus menjaga yang lain.
                Ah, aku malu mengakuinya. Asal kau tahu Junghwa-ya, aku menangis saat menulis ini. Apa kau pikir karena pada akhirnya aku tidak bisa memilikimu? Tidak, Junghwa-ya. Happy ending tidak melulu tentang hidup berdua, dan bahagia selamanya. Tapi tentang bagaimana mereka tetap hidup berdampingan dan saling menjaga satu sama lain, agar tetap berada pada kebahagiaan. Menurutku, itulah happy ending yang sebenarnya.

Kim Seokjin

 -END-





 Ps : FF ini jadi saksi bisu gimana stressnya Lotus dalam menghadapi UTK dan cobaan-cobaan lainnya yang datang bersamaan.

Baca juga guys
 Who Am I?
 

Lotus Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang