Youth
Series 7: Save
13 Februari 2017
Langit
tampak kusam. Salju turun. Seoul, abu-abu. Orang-orang mengeratkan jaket tebal
yang membungkus tubuh mereka tanpa menghentikan langkah. Mobil berjalan lebih
pelan dan hati-hati. Salju-salju kusam berserakan di tepi jalan, terlantar,
sama sekali tidak ada yang menghiraukan.
Seorang laki-laki yang berada di atap gedung itu
menghisap rokoknya kuat, lalu melemparkannya. Bersamaan dengan putung rokok
yang padam terkena tumpukan salju, pria itu menghembuskan asap putih dari mulut
dan hidungnya.
Tangan pria itu mengangkat senapan. Mengarahkannya ke
bawah gedung. Membidik objek. Gadis dengan jaket shocking pink yang berlari
menyebrangi jalan itu lah objeknya. Ujung senapan pria itu bergerak searah
dengan perpindahan gadis jaket shocking pink. Dan, Doorrr!!! Pria itu ambruk.
Senapan jatuh disampingnya. Darah merembes dari belakang kepala pria itu,
menggenang, dan bercampur dengan salju. Beberapa meter darinya, berdiri seorang
pria lain yang terlihat lebih muda, memegang pistol dengan gemetar. Gigi atas
dan bawahnya saling bertabrakan berulang kali dengan cepat. Rahangnya mengeras.
Dia menggigil.
***
14 Februari 2017
“Kita harus segera mencari pelakunya,...”
Tiga detektif kepolisian itu berkumpul diruangannya.
Mereka duduk berjajar didepan sebuah meja yang penuh dengan dokumen-dokumen
berserakan, beberapa bungkus ramyeon dan tiga botol kosong air mineral.
“... dia lebih berbahaya dari pemimpin pembunuh bayaran.”
Seorang pria berusia 30-an, yang duduk ditengah melanjutkan kalimatnya. Dia
menoleh ke kanan, seorang pria tampan 23 tahun itu mengangguk, namun dari sorot
matanya mengisyaratkan jika dia sedang berpikir lebih jauh. Lalu pria 30-an itu
menoleh kekiri. Ia menghela nafas kesal mendapati seorang gadis yang seusia
dengan pria kanan, menggeletakkan kepala pada sandaran kursi dan menutup mata,
tidak memberikan reaksi apapun pada tolehan dramatisnya. “Hyaa!! Detektif Nam
Seohyun!!”
“Ye! Kepala
Kim!” Seohyun tergagap mendengar teriakan atasannya dan segera menegakkan duduknya.
Pria yang berada di kanan Kepala Kim terkekeh.
“Oh Sehun, siapa yang menyuruhmu tertawa!” Kepala Kim
menoleh ke kanan, dan berganti meneriaki Sehun.
“Jeosonghabnida...”
Sehun menunduk dan meminta maaf setengah hati.
“Okey! Sekarang mari kita kembali serius!” Kepala Kim
mengetuk meja beberapa kali. “Kalian tahu, Kwon Jiyong, -pemimpin kelompok
pembunuh bayaran tersebut- sudah menjadi buronan bertahun-tahun. Dan secara
tiba-tiba dia datang dengan sendirinya dalam keadaan tak bernyawa.” Dia menghela
nafas, memberi jeda pada kalimatnya. “Tidak ada sidik jari siapapun pada pistol
itu, kecuali sidik jari Kwon Jiyong sendiri. Juga tidak ada CCTV diatap gedung,
atau bukti-bukti lain. Apakah mungkin Kwon Jiyong membunuh dirinya sendiri?”
“Ku rasa Kwon Jiyong bukanlah tipe orang yang dengan
mudah bunuh diri.” Sehun berasumsi.
“Bagaimana jika pelakunya adalah anak buahnya sendiri?”
Seohyun mulai mengajukan pendapat.
Kepala Kim mengangguk beberapa kali, lalu memberi
kesimpulan pada opini Seohyun. “Jika benar begitu, dia akan menjadi pemimpin
baru, dan kelompok pembunuh bayaran itu akan lebih berbahaya dari sebelumnya.”
***
11 Juli 2017
22.00 PM
Tingtung... Tingtung... Tingtung...
Bel apartemen itu berbnyi berulang kali. Seorang gadis
yang berada di dalamnya berjalan menuju pintu.
“Chaerin-ah! Jangan buka pintunya!” Seorang pria menarik
lengan gadis yang dipanggil Chaerin itu.
“We?” Chaerin
mengerutkan dahi.
“Aku sudah melihatnya. Dia orang asing yang menyamar
sebagai pengantar makanan cepat saji. Aku bahkan sama sekali tidak memesan
makanan cepat saji. Jangan membuka pintu untuk orang asing, Chaerin-ah!”
“Apa aku harus berkenalan dengan semua pengantar makanan
cepat saji agar mereka tidak menjadi orang asing?” Chaerin mengedikkan bahu.
“Aku yang memesannya, Jungkook-ah. Kenapa kau ini?” Chaerin melepaskan
lengannya dari genggaman Jungkook lalu berjalan menuju pintu.
Setelah bertransaksi dengan pengantar makanan cepat saji,
Chaerin menutup pintu dan menghampiri Jungkook yang sekarang bermain PSP di
ruang tengah. Chaerin membuka kotak pizza ditangannya, mengambil satu potong,
lalu duduk disamping Jungkook.
“Apa kau sudah membunuh seseorang, Jagi?” Tanya Chaerin dengan mulut penuh pizza.
Jungkook menoleh. Dia menatap Chaerin tajam. “Apa maksudmu?”
“Maksudku, apa kau berhasil mengalahkan lawanmu yang ada
di PSP itu?” Chaerin kembali menyumpalkan potongan pizza kedalam mulutnya. “Apa
yang kau pikirkan? Kau bertingkah seperti benar-benar seorang pembunuh saja.”
“Tutup mulutmu Chaerin-ah!!” Jungkook berteriak. Dia
membanting stick PSP, lalu beranjak pergi.
“We? Kenapa aku
harus menutup mulutku? Aku sedang makan, bagaimana bisa aku makan kalau menutup
mulut?” Gerutu Chaerin tidak jelas, karena mulutnya penuh oleh pizza. “Kenapa
kau ini? Apa kau benar-benar membunuh seseorang dengan jurus-jurus Taekwondo-mu
itu? Aishh... Jinja! Beraninya dia
membentakku? Dia bahkan seharusnya memanggilku Nuna.”
Braakk!! Jungkook membanting pintu kamarnya.
Chaerin mendengus kesal sebagai balasannya. “Kenapa aku
harus berpacaran dengan anak-anak?” Dia menjejalkan sisa potongan pizza
ditangannya kedalam mulut, meletakkan kotak pizza itu diatas meja, lalu
berjalan menyusul Jungkook.
Chaerin membuka pintu kamar Jungkook. Hatinya yang semula
dongkol menjadi luluh setelah mendapati gulungan selimut putih di sisi ranjang
Jungkook. Kebiasaan yang selalu dilakukan Jungkook saat dia merasa gelisah
–Menggulung dirinya didalam selimut. Chaerin menghampirinya. Dia duduk
disamping gulungan selimut berisi Jungkook itu. Mengelus tubuh Jungkook dari
balik selimut, lalu menciuminya. Gulungan itu bergerak, tapi gerakannya
terhenti karena terhalang oleh keberadaan Chaerin. Chaerin kemudian menggeser
tubuhnya dan turun dari ranjang. Gulungan itu menggelinding kesisi lain ranjang.
Gulungan itu terbuka sejalan dengan gelindingannya, dan sekarang isi gulungan
itu terlihat.
Jungkook
kemudian duduk dengan lesu dan menekuk mukanya. Chaerin duduk lagi disamping
Jungkook. Tangannya merangkul pinggang Jungkook dan kepalanya disandarkan dibahu
lebar pacarnya.
“Kau
kenapa? Apa ada masalah di tempat latihanmu?” Tanya Chaerin lembut.
“Tidak.”
“Apa
kau memikirkan pertandinganmu minggu depan, hmm?” Chaerin kembali bertanya
lembut, lalu mengecup pipi Jungkook.
“Tidak.”
Jungkook masih saja bergeming.
“Ceritalah
padaku kalau kau ada masalah, euh? Kau tahu, masalah itu akan sedikit berkurang
jika kau menceritakannya.” Kali ini kalimat lembut Chaerin disertai dengan
elusan tangannya di dada bidang Jungkook.
Jungkook
meraih tangan Chaerin yang meraba-raba dadanya. Menggenggam tangan berjari
lentik itu, lalu menciumnya. “Aku hanya kelelahan. Ku rasa aku harus tidur.”
Jungkook melepaskan satu tangan Chaerin yang masih melingkar di pinggangnya.
Lalu menata dirinya diatas ranjang, bersiap tidur.
“Kalau
begitu, aku akan menemanimu.” Kata Chaerin antusias. Kemudian merebahkan
tubuhnya diatas ranjang menghadap punggung Jungkook yang membelakanginya.
Detak
jarum jam terdengar. Nafas teratur keduanya ambil andil. Pendingin ruangan
unjuk gigi, membuat Chaerin mengeratkan selimut pada tubuhnya. Perlahan matanya
tertutup, namun pergerakan yang dibuat Jungkook membuatnya kembali terbuka.
Jungkook
berbalik, “Jagi-ya, Kau ingat tragedi
pembunuhan tanggal 13 Februari?” Tanya Jungkook dengan suara berat.
“Euh,
We?”
“Di
hari itu juga, seseorang ingin membunuh Jieun.”
“Kau
bilang, Jieun meninggal karena sakit jantung.” Chaerin memutar bola mata. Gadis
bernama Jieun itu selalu bisa membuat Chaerin cemburu. Dia terus saja
berkeliaran di otak Jungkook, meskipun sudah tidak hidup di dunia lagi. Jika
akhirat benar-benar ada, Chaerin akan mencari dan mencakar-cakar gadis itu di
akhirat kelak. Kalau Tuhan mengizinkan.
“Ya,
tiga hari setelah itu, dia meninggal karena sakit jantung.” Jungkook
mengerjapkan mata, “...Katanya.”
“Lalu?”
Chaerin menghela nafas. Antara prihatin dan cemburu, Chaerin tidak bisa
memilihnya.
“Aku
hanya ingin bertanya, apa kau tidak penasaran siapa pelaku pembunuhan tanggal
13 Februari?” Suara Jungkook kembali berat.
“Ku
dengar, pelakunya belum diketahui. Ada yang bilang juga, jika dia bunuh diri,
orang yang mati itu. Tapi sebenarnya, aku tidak begitu perduli dengan berita
itu. Ku rasa tidak ada hubungannya denganku, dengan kita.” Chaerin menjadi
lebih bersemangat menanggapi Jungkook setelah dia tidak lagi membicarakan
Jieun.
“Kalau
pelakunya aku, apa kau masih tidak perduli?”
“Apa?”
Chaerin terkejut. Tapi itu hanya berlangsung lima detik. Setelah itu dia
terkekeh.
“Tadi
kau bertanya apa masalahku. Itulah masalahku, Jagi-ya.” Ekspresi yang berlawanan ditunjukkan oleh Jungkook.
Serius, sendu, menakutkan.
“Hmm?”
Chaerin pun kini merubah ekspresinya.
“Aku
pelakunya, Jagi-ya.” Suara berat
Jungkook kini berubah serak.
“Apa
sekarang aku harus mempercayaimu?” Chaerin bertanya, takut-takut jika Jungkook
sekarang sedang mempermainkannya.
“Aku
takut, Jagi-ya.” Bahu Jungkook
berguncang. Matanya berair. Dia tidak sedang mempermainkan Chaerin. “Orang itu
pembunuh, Jagi-ya, aku takut jika
temannya mencari dan balas dendam padaku. Aku juga takut jika polisi
menemukanku, bagaimanapun aku sudah membunuh orang. Aku takut Jagi, tolong selamatkan aku.” Airmata
Jungkook bahkan sudah membasahi bantal. Nafasnya tersenggal-senggal karena
isakan. Tangannya menggenggam erat kedua tangan Chaerin, berharap kekuatan akan
mengalir dari sana.
“Jungkook-ah...”
Chaerin melepaskan satu tangannya dari genggaman Jungkook, lalu mengelus rambut
Jungkook lembut. “Bagaimana bisa?” Bahkan tangan Chaerin sekarang ikut gemetar.
Jungkook
hanya membalas kebingungan Chaerin dengan isakan yang lebih keras.
Chaerin
menenggelamkan kepala Jungkook dalam dekapan. Meredam isakannya. Chaerin sama
sekali tidak tahu apa yang harus dia katakan. “Tenanglah, semua akan baik-baik
saja...” Akhirnya kalimat klise itulah yang keluar dari mulutnya.
***
02.00 AM
Jungkook
mengeratkan selimut, lalu memiringkan tubuh. Tangannya meraba-raba, kencari
keberadaan Chaerin. Matanya mengerjap beberapa kali. Dia tidak menemukan
keberadaan Chaerin setelah matanya benar-benar terbuka. Tidak pula pakaian
Chaerin. Hanya ada celana dalam, kaus putih dan celana pendek yang tergeletak
sebarangan dilantai. Jungkook bangun. Selimutnya tersingkap, menampakkan
setengah bagian tubuh sexy Jungkook yang tanpa busana. Jungkook mengucek
matanya yang bengkak karena menangis semalam. Kemudian beranjak dari ranjang,
memunguti pakaian dan memakainya. Dia sedikit terhuyung ketika memulai
langkahnya mencari keberadaan Chaerin.
Jungkook
samar-samar mendengar suara Chaerin dari dapur. Dia sedang menelpon. Jungkook
mengikuti nalurinya untuk mendengar percakapan Chaerin. Dia melangkah hati-hati
menuju dapur agar tidak menimbulkan suara. Suara Chaerin yang semula samar-samar
kini semakin jelas.
“Ya,
kita bisa melakukannya sekarang.” Kata Chaerin pada orang diujung telepon.
Jungkook
terus melangkah hati-hati menuju pantry. Mencari posisi yang pas untuk
menguping pembicaraan pacarnya. Karena Chaerin membelakanginya, itu memudahkan
untuk tidak ketahuan menguping.
“Kita
sudah mendapatkan buktinya, tunggu apa lagi?” Chaerin mengetuk-ngetuk kran cuci
piring yang ada dihadapannya. “Ye!
Kepala Kim! Aku yakin!” Pelan, namun suara Chaerin terdengar tegas. “Ya! Kita
bisa melakukannya sekarang!” Chaerin berbalik, “Jagi-ya...” suaranya
berubah menjadi manja setelah mendapati Jungkook sedang menatapnya tajam.
“Sejak kapan kau disitu?” Chaerin melangkah mendekati Jungkook.
Jungkook
mundur. Menabrakkan tubuhnya dengan pantry. “Siapa kau?” Tangannya meraih pisau
yang tergeletak di pantry. Menggenggamnya erat, dia berlari dengan merahkan
pisau pada Chaerin.
Chaerin
menunduk, menghindari serangan Jungkook. Dia mendorong perut Jungkook hingga
tergeletak dilantai. Lalu menginjak-injak tangan Jungkook yang memegang pisau
hingga terlepas, dan menendang pisau itu ager jauh dari Jangkauan.
Jungkook
tidak tinggal diam, dia menarik kaki Chaerin. Chaerin terjatuh. Begitupun
Handphone digenggamannya berserakan menjadi beberapa bagian. Jungkook menendang
wajah Chaerin, meninggalkan memar di pipi kirinya.
Chaerin
segera berdiri dan mendorong Jungkook hingga dia kembali tergeletak dilantai.
Kali ini Chaerin menduduuki tubuh Jungkook, lalu memberi pukulan bertubi-tubi
pada wajah Jungkook. Memar dan darah yang mengalir dari sudut bibir Jungkook, sama
sekali tidak menghentikan pukulan Chaerin.
Jungkook
memegang erat bahu Chaerin, mengembalikan kekuatan. Lalu mendorongnya hingga
punggung Chaerin terbentur pinggiran tempat cuci piring. Jungkook kembali
meraih bahu Chaerin, mendorongnya lagi hingga dia dan Chaerin berdiri tegak.
Dia membentur-benturkan kepala Chaerin pada lemari es disamping tempat cuci
piring. Jungkook terus membentur-benturkan kepala Chaerin tanpa ampun. Chaerin
meringis, darah mengalir dari pelipisnya.
Tangan
Chaerin meraih piring kotor dari tenpat cuci piring, dan melemparkannya kewajah
Jungkook.
Jungkook
mundur beberapa langkah dengan terhuyung. Wajahnya tergores pecahan piring di
beberapa tempat. Darah pun mengalir dari pipi, kening dan bawah mata kanannya.
Chaerin
menggunakan kesempaatan ini untuk membuka lemari piring, mengambil pistol yang
disembunyikannya disana. Dia mengarahkan pistol pada Jungkook. Jungkook
mengangkat tangan dan mundur. Chaerin berjalan perlahan mendekatai Jungkook.
Langkah mundur Jungkook berhenti ketika dia menabrak pantry. Dia tersudut.
“Menyerahlah
Jagi, kau sudah kalah.” Ujung bibir
Chaerin yang berdarah melengkung menunjukkan senyum.
Tangan
kanan Jungkook yang terangkat menurun. Dia mencoba meraih vas bunga di atas
pantry. Iris mata Chaerin mengikuti pergerakan tangan Jungkook. Dan, Plaakk!!
Kaki Jungkook menendang tangan Chaerin. Pistol terlepas dari genggamannya.
Sebelum pistol itu sempat menyentuh lantai, Jungkook berhasil menangkapnya. Dan
dengan sigap dia merarik lengan Chaerin.
“Angkat
tangan! Kau sudah dikepung!” Sekelompok orang berpistol sekarang berada di
depan pintu dapur. Suara sirine meraung-raung dan saling bersautan dari luar
gedung.
“Seohyun-sshi!” Sesorang yang paling tampan dan
paling muda dari yang lainnya beriak dan membelalakkan mata melihat keadaan
rekannya.
Jungkook
mendekap bahu Chaerin dari belakang, dengan satu tangannya menempelkan ujung
pistol di kepala Chaerin. Tidak ada tanggapan apapun yang diberikan Jungkook.
Selain sunggingan singkat senyum sinisnya.
“Kepala
Kim, tolong selamatkan aku...” Chaerin, atau yang sebenarnya adalah Seohyun,
memohon. Dia gemetar. Airmata menetes dari sudut matanya.
“Bunuh
saja dia kalau kau mau!” Seorang berpistol yang berada dalam barisan paling
depan, berkata dengan santai.
“Kepala
Kim...” Suara Seohyun memelas penuh permohonan.
Ujung
jari telunjuk Jungkook bergerak. Perlahan dia menarik pelatuk pistol. Dan, dia
menjauhkan lagi jari telunjukknya dari ujung pistol, memberikan kesempatan
Chaerin untuk mengambil beberapa tarikan nafas. Sekelompok orang itu sama
sekali tidak bergeming. Kecuali satu yang paling muda dan tampan, dia gemetar.
“Anyeong, Jagi-ya...” Jungkook kembali
menempelkan ujung jari telunjuknya pada pelatuk pistol...
Doorrr!!!
Bruukk!!
Jungkook
ambruk. Pistolnya jatuh. Darah merembes dari belakang kepala Jungkook. Mengalir
dan menggenang di sekitarnya.
“Siapa yang menembaknya! Siapa yang
menembaknya!” Kepala Kim berteriak marah. Sedangkan yang lainnya hanya saling
menoleh, dan memberi isyarat bawa bukan mereka yang melakukannya. “Hyaa!!
Brengsek!” Kepala Kim mengumpat, melampiaskan emosi.
Seohyun
berbalik. Ikut ambruk disamping Jungkook dengan bertumpu pada lutut. Dia menekan
telapak tangannya pada belakang kepala Jungkook, untuk menahan darah yang
keluar. Sia-sia, Seohyun tahu itu.
“Jagi-ya...” Satu tangannya Seohyun meraba dada bidang Jungkook,
mencari detakan yang selalu dia temukan ketika dia merabanya. Tapi nihil, dia justru
hanya meninggalkan bercak darah pada kaus putih Jungkook. Tubuh Seohyun
gemetar. lebih gemetar daripada saat nyawanya berada di ujung tanduk. Dia
merasa engap. Dia tidak mendenar suara apapun kecuali isakannya, seolah mereka
berdua berasa dalam sebuah kotak kedap suara. Dada Seohyun sesak. Dia merasakan
sesuatu yang teramat sakit didalam tubuhnya. Merasa seperti satu organ dalam tubuhnya
dicabut secara paksa. Dia memeluk kepala Jungkook dalam dekapannya. Tangan dan
pakaiannya berlumuran darah. Sedangkan darah dari belakang kepala Jungkook
sendiri masih terus mengalir.
“Jungkook-ah,
semua akan baik-baik saja.” Bohong. Semua orang tahu itu.
-FIN-
Akhirnya, Youth Series kelar juga. Maaf kalo mengecewakan. Jujur Lotus sendiri kecewa sih, sama Youth Series yang terakhir ini. Tapi ya sudahlah, semoga habis ini Lotus bisa bikin genre action dengan lebih baik lagi. Thanks buat temen-temen yang udah baca Youth Series! di tunggu project selanjutnya ya!